Mengapa Telolet?

(foto: dokumen pribadi)
Di tengah rutinitas revisi skripsi atau tugas akhir, ada baiknya mahasiswa yang bingung mencari dosen pembimbingnya menepi sebentar untuk mendengarkan klakson telolet. Klakson yang unik dan dimiliki oleh bus-bus besar ini menjadi trending topik akhir-akhir ini hingga Christiano Ronaldo mengetweet #om tolelot om. Tak bisa dipungkiri klakson telolet yang unik ini mengingatkan saya akan lumba-lumba. Kenapa lumba-lumba? Unch, suara lumba-lumba memiliki keunikan tersendiri, sama seperti klakson telolet. Bagi anda yang belum paham untuk apa lumba-lumba bersuara, maka jawabannya adalah banyak hal mengapa lumba-lumba bersuara di dunia ini. Bukan begitu, Hayati?

      Ketika lumba-lumba berenang, suara tersebut sebagai navigasi untuk mencari makan. Sama juga seperti suara klakson telolet yang dipakai oleh sopir bis untuk navigasi agar bisa mendapatkan penghasilan dalam mencari makan dan membawa sebongkah berlian. Lumba lumba mengeluarkan suara sebagai navigasi di lautan lepas, sedangkan bus mengeluarkan klakson telolet di lautan jalanan dan butiran debu. Suara lumba-lumba menjadi semacam mata bagi lumba-lumba, karena dengan menggunakan frekuensi yang diproduksinya, suara tersebut dapat mengetahui benda apa di depannya, apakah menghalangi atau tidak, serta kearah mana lumba-lumba tersebut harus berenang. Lumba-lumba bisa memperkirakan hal tersebut melalui pantulan suara yang dikeluarkan. Sama seperti juga bus mengeluarkan klakson telolet bisa menjadi semacam mata jika menggunkan frekuensi yang tepat, amplitudo yang seimbang, gelombang yang aduhai, dan timing yang tepat, bus dengan klakson telolet mampu secara massiv menggerakkan kendaraan lain untuk menepi. Ibaratnya, sang raja jalanan mau lewat.  Bus dengan klakson telolet juga memiliki cara kerja yang sama, bisa memperkirakan rintangan apa yang ada di depan, apakah emak-emak pengendara motor matic, apakah anak sekolah yang bonceng tiga, ataukah pengendara ababil yang lupa memakai helm.
      Selain sebagai navigasi dan penglihatan, lumba-lumba juga menggunakan suara bisingnya itu sebagai senjata untuk mencari makan dan menangkap mangsa. Tapi mungkin lumba-lumba tidak seagressif kucing garong yang selalu main embat main sikat mangsa yang lewat. Sekali lumba-lumba mengeluarkan suara, ikan-ikan kecil di sekitarnya pada mabok, oleng lalu berserah diri pada Yang Maha Kuasa atas ancaman yang dideritanya. Ikan-ikan kecil ini akan menjadi mangsa dari lumba-lumba seimut lumba-lumba fotogenik di film Dolphin Tale, atau seperti lumba-lumba Winter yang hidup pertama kali dengan ekor buatan. Bus dengan klakson telolet ini juga sama, dengan nada suara yang mantab mengumandangkan telolet, membuat kendaraan kecil di kanan kirinya akan oleng dan melihat spion sambil bilang asem ik, atau melipir cantik ala-ala Syahrini dengan slogan maju mundur syanteeek.
      Kehadiran bus berklakson telolet adalah momok bagi para remaja putra-putri tanggung yang enak-enaknya boncengan motor tanpa helm dengan kecepatan 5 kilometer perjam. Kenapa kehadiran bus dengan klakson telolet adalah momok? Karena remaja ini harus mau tidak mau, rela tidak rela untuk ikhlas lillahi taala dan segera memberi jalan bus berklakson telolet untuk menghantarkan penumpang sampai ke tujuan dengan selamat tidak kurang suatu apapun. Dari fakta tersebut, tentu sangat penting adanya suara lumba-lumba bagi kelangsungan spesiesnya, karena tanpa suara yang dihasilkan, lumba-lumba akan bergerak tak tentu arah di rimba raya bernama samudera. Banyak berita mengenai lumba-lumba yang terdampar, sebut saja di sungai Wampu, di Tanjung Pinang, atau di pantai Parangtritis dikarenakan indera pendengarannya rusak, sehingga lumba-lumba tersesat dan tak tahu arah jalan pulang. Tidak akan terbayangkan bila bus berklakson telolet mengalami masalah perlistrikan atau perdinamoan speakernya yang menghasilkan suara ciamik.
      Kehadiran kalkson telolet adalah upaya nyata untuk membelah rute sehari-hari yang dilewati oleh bus besar pengangkut para perantau, para wisatawan, para negarawan, para budayawan menuju dua kota sebut saja rute Jakarta menuju Surabaya, rute Kudus menuju Semarang, rute jomblo menuju pelaminan. Keberadaan klakson telolet selain sebagai keamanan, juga sebagai aksesoris modifikasi ringtone bus yang konvensional menuju era post modernisme kontekstual yang penuh dengan inovasi. Keamanan disini sangat erat kaitannya dengan pola laju bus untuk menelusuri jalur pantura yang kebak dengan pasar tumpah. Sebut saja di Indramayu, ada enam pasar tumpah yaitu pasar Sukra, pasar Patrol, pasar Silet Kandanghaur, pasar Jatibarang, pasar Karangampel, dan pasar Kertasmaya. Sementara di Cirebon, ada lima titik yaitu pasar Tegal Gubug, pasar Palimanan, pasar Plered, pasar Losari, dan pasar Gebang. Itu hanya Cirebon dan Indramayu sodara sodara, belum pasar tumpah yang lainnya. Tidak akan pernah bisa kita bayangkan berapa kali sopir bus akan mengklakson kendaraan yang memadati pasar tumpah untuk berbeli cangcimen, kacang-kuaci-permen di pasar tumpah tersebut. Apalagi kalau klaksonnya konvensional. Inilah gunanya inovasi nyata yang diterapkan, sudah melalui uji coba trial clinic dan digunakan pula plasebo sebagai pengecohnya.
      Seharusnya pak Budi Karya perlu mengapresiasi kemajuan transportasi yang menginisiasi munculnya inovasi yang disertai kontroversi di berbagai belahan dunia. Hal ini merupakan suatu daya tarik yang bisa menarik meningkatnya kunjungan wisatawan untuk menaiki bus berklakson telolet di masa depan. Pak Arief Yahya perlu memanfaatkan momentum ini dengan aji mumpung mengeluarkan inovasi lainnya misalnya paket touring bus telolet keliling Jawa, camping New year Eve Rinjani ala telolet atau 3D2N paket telolet Raja Ampat. Namun satu yang belum bisa diuji kebenarannya secara statistika dan hipotetiko deduktio. Kalau suara lumba-lumba sangat membantu terapi fisik, penderita lumpuh, orang tua dan anak yang menderita autisme, lain halnya dengan suara klakson telolet. Disinilah nalar peneliti akan diuji, apakah bisa peneliti mengajukan premis bahwa gelombang telolet mampu menyembuhkan sejumlah penyakit. Hal ini akan sangat dimungkinkan di masa depan ketika para peneliti bisa sama-sama menguji hipotesis tersebut melalui judul penelitian yang sederhana, yaitu hubungan antara frekuensi mendengarkan klakson telolet terhadap gelombang cinta gebetan yang ditikung teman sendiri akibat terlalu lama mengerjakan skripsi. Selamat mencoba dan jangan lupa, aku telolet padamuh!




 











Comments

  1. Hahahhaaaa...
    Intinya yaitu bertemu pakar, berkonsultasi apakah dg judul seprti itu bisa dibuktikan menggunakan analisis kuantitatif atau kualitatif ataukah mix method..

    Ahhh telolet tololet tralala trilili...

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Dikacangin Sama Penerbit Indie

Kepada Lelaki Bernama A: Kembalilah!

Cerdas Tanpa Batas